Anak Amakele Seram Alifuru Nusa Ina

Selamat Datang di Blog, anak Amakele Seram Alifuru.
Life is a "choice", immediately determine the "choice" ..
or "choice" will determine your life.

Somba UPU LANITE. Tabae UPU INA AMA

Minggu, 06 Februari 2011

“Pedagogical Implications Of The Accra Confession”

Implikasi Pedagogical dari pengakuan Accra.
(Omega Bula, “Pedagogical Implications Of The Accra Confession”,
Reformed World 3/55, 2005, 251-256)
Pengakuan Accra merupakan panggilan bersama sebagai umat Tuhan yang datang dengan komitmen iman untuk berjuang mengatasi masalah ketidakadilan ekonomi, sosial dan pengrusakan ekologi yang terjadi secara global. Panggilan itu adalah untuk memutuskan mata rantai dari tekanan, penindasan, ketidakadilan  supaya mereka yang tertindas dimerdekakan (dibebaskan). Dasar pengakukan tersebut, Yesaya 58:6 :Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk

I. Pengantar
Ketidakadilan ekonomi, sosial dan pengrusakan ekologi adalah salah satu permasalahan global yang sangat serius dan seharusnya ditanggapi dan ditangani dengan cara yang tepat. Sistem penindasan sosial jelas disebut sebagai "sistem yang saling melibatkan kontrol ideologis serta dominasi dan kontrol lembaga-lembaga dan sumber daya dunia, mengakibatkan kondisi hak istimewa kelompok kelas atas terhadap kelompok sasaran yang dieksploitasi. Sistem ekonomi yang menguntungkan kelompok kaya,- para pengusaha yang terus memikirkan keuntungan besar tanpa mempertimbangkan resiko yang ditimbulkannya.
Ironisnya, sistem kepemilikan ini juga diperkuat melalui kewenangan politik untuk melindungi hak kepemilikan. Jelas bahwa kelompok yang miskin tidak mendapatkan apa-apa selain menjadi buruh dan sasaran dari pada kelompok yang kaya. Dalam sistem tersebut, kekuatan ekonomi, politik, budaya dan kekuatan militer negara-negara kuat juga menjadi penyebab dari ketidakadilan ekonomi, sosial dan pengrusakan ekologi. Pengakuan di Accra adalah suatu panggilan mendesak oleh gereja-gereja yang melihat peningkatan ketidakadilan ekonomi dan ekologi secara global. Salah satunya di Afrika. Ada di mana jutaan Afrika adalah komoditas, dijual, dan tunduk pada kengerian, depresi dan kematian. Teriakan "tidak pernah lagi" yang diajukan kepada kebohongan oleh realitas yang sedang berlangsung perdagangan manusia dan penindasan dari sistem ekonomi global.     
Omega Bula, Lahir di Zambia, ia adalah menteri eksekutif dalam Keadilan, global dan hubungan ecumenical United Church of Canada. Ia sangat setuju dengan komitmen yang telah dirumuskan dan ditetapkan oleh gereja-gereja dalam menggumuli bersama ketidakadilan ekonomi dan ekologi secara global. Bagi dia, ini merupakan langkah awal dan gerak maju dari gereja-gereja untuk melihat realita, sekaligus penggumulan bersama. Pengakuan Accra menggambarkan bahwa ada keseriusan dari gereja-gereja untuk melihat masalah ketidakadilan ekonomi, sosial dan pengrusakan ekologi. Tentunya pula ini bukan hanya komitemen biasa saja, karena ini menyangkut komitmen iman. Selanjutnya itu merupakan tanggung jawab gereja-gereja untuk mewujudkan komitmen tersebut. Masalah kemiskinan, penindasan, kebodohan, lingkungan hidup, penyakit menular, bukanlah masalah satu atau dua gereja saja, melainkan masalah bersama yang menuntut tanggung jawab bersama pula. Omega Bula, berpendapat bahwa, pengakuan di Accra dapat diimplementasikan kedalam masyarakat, kepada dunia, oleh gereja-gereja melalui, Pengajaran-Pedagogical. Ia, sangat setuju dengan apa yang disebut Pendidikan Yang Membebaskan, oleh Paulo Freire. Paulo  freire seorang yang turut memberikan konstribusi yang penting dalam  suatu pendekatan pendidikan yang membebaskan pada pertengahan abad 20. Memiliki komitmen untuk membebaskan yang tak berdaya, dengan kritikan terhadap pendidikan gaya banking. Ia memperkuat konsepnya ini dengan konsep pendidikan untuk kebebasan supaya mereka yang lapar bisa keluar dari ketidakadilan dan solusi untuk menangani kerusakan ekologi yang terjadi. Omega Bula kembali mengangkat konsep Paulo freire yang menggunakan penddikan sebagai solusi untuk keluar dari permasalaan ketidakadilan ekonomi, sosial dan pengrusakan ekologi yang diakibat dari sistem masyarakat yang berkuasa.
II. Konsep Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire
Pandangan Paulo Freire tentang pendidikan tercermin dalam kritikannya yang tajam terhadap sistem pendidikan dan dalam pendidikan alternatif yang ia tawarkan. Baik kritikan dan tawaran konstruktifnya, keduanya lahir dari suatu penggumulan dalam konteks nyata yang ia hadapi sekaligus merupakan refleksi filsafat pendidikannya yang berporos pada pemahaman tentang manusia. Selama bekeja bertahun-tahun di tengah masyarakat desa yang miskin dan tidak berpendidikan, ia melihat ada satu struktur masyarakat yang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat miskin, yaitu masyarakat feodal (hirarkis), khususnya di Amerika latin pada saat itu. Dalam masyarakt feodal tersebut terjadi perbedaannya yang mencolok antara strata masyarakat atas dengan strata masarakat bawah. Golongan aas menjadi penindas masyarakat bawah dengan melalui kekuasaan politik dan akumulasi kekayaan. Karena itu menyebabkan masyarakat golongan bawah menjadi semakin miskin yang sekaligus menguatkan ketergantungan kaum tertindas kepada para penindas. Dalam kehidupan masyarakat yang sangat kontras tersebut lahirlah ap yang disebut oleh Freire sebagai “kebudayaan bisu”. Dalam konteks itulah Freire bergumul. Ia terpanggil untuk membebaskan masyarakatnya yang tertindas dan yang telah dibisukan. Pendidikan gaya bank dilihat sebagai salah satu sumber yang mengokohkan penindasan dan kebisuan iu. Karena itulah, ia menawarkan pendidikan “hadap-masalah” sebagai jalan keluar membangkitkan kesadaran masyarakat bisu.
Kritik Paulo Freire terhadap pendidikan di Brasilia, anak didik tidak dilihat sebagai yang dinamis dan punya kreasi tetapi dilihat sebagai benda yang seperti wadah untuk menampung sejumlah  rumusan/dalil pengetahuan. Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam “wadah” itu semakin baiklah ia. Jadi murid/nara didik hanya menghafal seluruh yang diceritakan oleh gurunya tanpa mengerti. Nara didik adalah objek dan bukan subjek. Pendidikan yang demikian itulah yang disebut oleh Freire sebagai pendidikan “gaya bank”. Disebut pendidikan gaya bank sebab dalam proses belajar mengajar guru tidak memberikan pengertian kepada murid, tetapi memindahkan sejumlah dalih atau rumusan kepada siswa untuk disimpan yang kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk yang sama jika diperlukan. Nara didik adalah pengumpul atau penyimpan segala pengetahuan, tetapi pada akhirnya nara didik itu sendiri disimpan sebab miskinnya daya ciptanya. Karena itu pendidikan gaya bank menguntungkan kaum penindas dalam melestarikan penindasan terhadap sesamanya manusia. Pendidikan gaya bank tu ditolak oleh Freire dengan tegasnya. Penolakan itu lahir dari pemahamannya tentang manusia. Ia menolak pandangan yang melihat manusia sebagai mahluk pasif yang tidak perlu membuat pilihan-pilihan atas tanggung jawab pribadi mengenai pendidikannya sendiri. Bagi Freire manusia adalah mahluk yang berelasi dengan Tuhan, sesama dan alam. Selanjutnya Freire menawarkan pendidikan alternatif ‘hadap-masalah’, dari konsepnya tentang manusia. Dalam pendidikan alternatif yang ditawarkan freire ini, manusia sendirilah yang dijadikan sebagai titik tolak dalam pendidikan ‘hadap-masalah’. Manusia tidak mengada secara terpisah dari dunia dan realitasnya, tetapi ia berada dalam dunia dan bersama-sama dengan realitas dunia. Realitas itulah yang harus diperhadapkan oleh nara didik supaya ada kesadaran akan relaitas tersebut. Konsep pedagogis yang demikian didasarkan pada pemahaman bahwa manusia mempunyai potensi untuk berkreasi dalam realitas dan untuk membebaskan diri dari penindasan budaya, ekonomi dan politik
Omega Bula menyakini bahwa, dengan pendekatan tersebut (walaupun ada banyak kritik terhadap hal ini) akan membawa dampak signifikan bagi terwujudnya keadilan sosial, ekonomi dan mengatasi kebodohan, serta adanya sadar diri manusia memahami lingkungan sebagai tempat bagi kehidupan bersama. Pendidikan yang membebaskan; merupakan pendekatan secara moral dan etika. Baik berlaku bagi yang tertindas dan para “penindas”. Pendekatan ini harus dilihat oleh gereja-gereja sebagai solusi bagi tercapainya komitmen iman dan tanggung jawab bersama yang telah di tetapkan di Accra. Sebab jika tidak, Omega Bula menyakini bahwa pengakuan yang telah ditetapkan bersama dengan komitmen iman di Accra hanya ada di atas kertas saja. Omega Bula menyatakan bahwa adakah Ibadah, Liturgi, Pelayanan Sakramen-sakramen dalam pelayanan gereja ketika yang menderita dan tertindas itu tidak diperhatikan. Dimanakah Ibadah, Liturgi dan Sakramen-sakramen yang dilayankan oleh gereja!
III. Refleksi Teologis
Sebagaimana Paolu Freire, Yesus pun lebih dulu mengajarkan kpada para murd-muridNya tentang suatu model pendidikan yang membebaskan. Yesus mendidik para muridNya dengan langsung membuat mereka bersentuhan dengan realitas masyarakat. Para murid tidak dijahkan dari relaitas sosial yang ada, melainkan para murid dibuat bersentuhan dengan realitas sosial. Yesus juga tidak menekan kesadaran para murid dengan mematikan kreativitas para murid, bahkan cenderung Yesus mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh para murid unuk terjun langsung dalam pelayanan-pelayanan yang dilakukan oleh Yesus untuk memberitakan kerajaan Allah dan membebaskan umat manusia dari kuasa dosa, tanpa interpensi dari mereka yang ‘kuat’.
Literatur:
Freire, Paulo, Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Yogyakarta: Read & Pustaka Pelajar, 2002.
Freire, Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta: LP3S, 1972. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar