Anak Amakele Seram Alifuru Nusa Ina

Selamat Datang di Blog, anak Amakele Seram Alifuru.
Life is a "choice", immediately determine the "choice" ..
or "choice" will determine your life.

Somba UPU LANITE. Tabae UPU INA AMA

Sabtu, 26 Februari 2011

PRAKTIKA

DOKUMEN KEESAAN GEREJA (Pemahaman Bersama Iman Kristen  PBIK)
Bab II Penciptaan dan Pemeliharaan
Aplikasi Dalam
POLA INDUK  PELAYANAN dan RENCANA INDUK
PENGEMBANGAN PELAYANAN GEREJA PROESTAN MALUKU TAHUN 2005-2015l
by. Gerald Akerina

I.                    Dokumen Keesaan Gereja Bab II penciptaan dan Pemeliharaan.
1.      Alam semesta, langit, dan bumi serta segenap isinya, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, adalah milik dan ciptaan Allah (Kj. 1-2; mzm. 24:1-2; 89:12; Yes. 44:24; yer. 27:5; Kol. 1:16). Segenap ciptaan itu sungguh amat baik (Kj. 1-31), namun semua yang telah diciptakan  Allah itu tidak boleh dipelihara dan disembah (Kel. 20:3-5; Rm. 1:18-25).[1]
2.      Seluruh ciptaan itu ditempatkan Allah dalam keelarasan yang saling menghidupkan, sejalan dengan kasih karunia pemeliharaan-nya atas ciptaan-Nya (Kej. 1:20-30; 2:15; 19; Mzm 104:10-10-18; yes. 45:7-8). Allah tidak menginginkan ciptaan-Nya kacau dan saling menghancurkan (Kej. 21-22; 9:8-17), kendatipun dosa telah membawa segenap makhluk kepada kesia-siaan dan membuatnya turut mengerang dan mengeluh menantikan saat penyelamatan  (Rm.8:20-22). Allah telah memberikan mandat khusus kepada manusia untuk turut dalam memelihara dan penguasaan seluhur ciptaan-Nya (Kej. 1:26-28; 2:15). Manusia harus bertanggung jawab dalam memelihara dan megusahakan kelestarian alam ciptaan Allah. Terhadap alam dan lingkungan sekitar. Pada dasarnya adalah perlawanan terhadap Allah yang telah menjadikan segalasesuatu dan yang senantiasa memeliharanya dalam kasih dan kestiaan.
3.      Dari permulaan hingga akhir, Tuhan Allah memerintah, memelihara dan menuntun segenap ciptaan-Nya dengan kasih setia dan adil (Mzm. 145:9; 146:6). Dan dengan terus-menerus menentang segala kuasa yang hendak meruak ciptaan-Nya. Ia menuntun seluruh ciptaan-Nya menuju kesempurnaan di dalam langit baru dan bumi baru  (Yes. 1:10; 51:9-11; 2 Ptr. 3:13; Why. 21:1-5), yang di dalamnya segala ciptaan yang ada di atas dan yang ada di bawah bumi bertekuk lutut dan mengaku : “Yesus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa” (Flp. 2:10).[2]



II.                 Pola Induk Pelayanan dan Rencana Induk Pengembangan Pelayanan Gereja Protestan Maluku Tahun 2005-2015. Bab I. ayat 1.3.a.
Kesedaran terhadap masalah-masalah kemanusiaan saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan kesadaran pentingnya lingkungan hidup, dalam  kerangka cara pandang yang utuh terhadap keutuhan ciptaan. Sebagai gereja, ia terpanggil untuk mengupayakan terbangunnya kesadaran lingkungan hidup, dan keutuhan ciptaan.
Masalah-masalah pengrusakan lingkungan hidup, hancurnya ekosistim, mesti menjadi kepedulian gereja. Berbgai bencana alam, seperti tsunami, gempa bumi, pencemaran lingkungan, banjir, tanah longsor, harus menjadi kepdulian gereja. Demikian pun kasus-kasus pelanggaran hukum terhadap dan di dalam lingkungan, seperti ilegal loging, ilegal fishing, bukan saja menjadi indikasi perampasan hak-hak masyarakat secara sewenang-wenang, tetapi turut merusak ekositem, dan karena itu manjadi bagian dari tanggung jawab gereja pula.[3]
III.               Sidang Raya Dewan Gereja-Gereja se-Dunia 1968.
Salah satu kepritanian Sidang Raya Dewan Gereja-Gereja se-Dunia di Uppsala-Swedia di tahun 1968 ialah pelstraian lingkungan hidup, yang di hadiri oleh Pdt. Prof. DR. W. A. Roeroe inilah pertama kalinya badan dunia meminta perhatian umat manusia untuk poko ini. Memang dalam perkembangan selanjutnya banyak sekali gereja-gereja regional dan nasional bahkan sinode-sinodepun berbuat demikian.[4]

IV.             Sikap Gereja-Gereja di Indonesia Terhadap Lingkungan.
Pandangan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gereja-gereja yang tergabung Persekutuan gerejagereja di Indonesia (sebagian besar adalah anggota WCC) juga telah dengan penuh kesadaran memperhatikan masalah kerusakan lingkungan. Pendekatan PGI dimulai dari pemahaman tentang Injil dan tugas memberitakan Injil. Dalam Sidang Raya PGI (waktu itu masih bernama Dewan Gerejagereja di Indonesia-DGI, baru berubah menjadi PGI tahun 1984 di Ambon), tahun 1971 di Pematangsiantar, dipahami bahwa Injil adalah berita kesukaan tentang kebebasan, keadilan, kebenaran dan kesejahteraan yang dikehendaki Tuhan untuk seluruh dunia (Lukas 4:14-21)  dan bahwa memberitakan Injil kepada seluruh makhluk (Markus 16:15) mengandung makna tanggung jawab terhadap keutuhan ciptaan Tuhan[5]
Dalam perenungan yang lebih tua tentang ciptaan, kia mendengar bahwa bumi tempat pemukiman manusia itu digelari Taman Eden, dan Tuhan menempatkan mnusia di dalamnya untuk hidup di situ tetapi sekaligus dengan amanat ntuk mengusahakan dan memelihara taman itu (Kej 2, 15), atau dalam bahasa masa kini untuk mengelolah dan melestarikan lingkungan dan bumi serta alam semesta tempat pemukiman itu.[6]
Dasar teologis   pemahaman mengenai tugas memelihara ciptaan itu secara keseluruhan sejalan dengan pemikiran Dewan Gereja-gereja se Dunia (WCC), walaupun pelaksanaannya tidak persis sama. Saya tidak perlu mengulangi dasar-dasar teologis mengenai alasan mengapa gereja perlu peduli terhadap lingkungan hidup. Bagi gereja-gereja di Indonesia, kepedulian kepada lingkungan hidup, selain dilihat sebagai tugas misi gereja, juga dilihat sebagai peran serta gereja dalam pembangunan nasional. Jadi ada semacam usaha kontekstualisasi: “Tugas panggilan gerejagereja berpartisipasi dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari beberapa segi yang saling memperkuat dan saling memperkaya, antara lain dari segi tanggung jawab untuk mengelola, memelihara dan melestarikan ciptaan Allah” (Kejadian 1:26-28; 2:15; Mazmur 8).[7] Selanjutnya tugas itu dipahami pula sebagai salah satu cara mengamalkan Pancasila, khususnya sila “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Tugas itu dilaksanakan dengan berusaha menghilangkan jurang antara yang kaya dan yang miskin dan melawan segala kecenderungan yang merusak lingkungan hidup.[8]
Pemahaman PGI tentang merusak lingkungan disamakan dengan tindakan dosa karena dipandang sebagai tindakan melawan kehendak pencipta. Sebaliknya, tindakan menjaga dan memelihara lingkungan dipandang sebagai ibadah.[9] Supaya pemahaman iman ini dapat . diimplementasikan kepada gereja-gereja, maka rumus-rumus pemahaman tersebut ditindak-lanjuti dalam kurikulum pendidikan warga gereja yaitu dalam buku Pedoman Sekolah Minggu, buku Pendidikan Kristen di Sekolah dari SD sampai ke Perguruan Tinggi, buku Katekisasi dan Pembinaan Teruna-Remaja-Pemuda dan dalam buku Pedoman Pembinaan Warga Gereja untuk pendidikan orang Dewasa. Di tingkat nasional, implementasi pemikiranpemikiran gereja untuk peduli pada lingkungan hidup dilaksanakan oleh Departemen Partisipasi dalam Pembangunan (Parpem PGI) dan kemudian sejak tahun 1996, sebagian diserahkan kepada Yayasan Tanggul Bencana yang dibentuk oleh PGI. Tugas lembaga nasional ini melakukan berbagai seminar, konsultasi, lokakarya dan pelatihan terhadap warga gereja dari seluruh Indonesia agar sebagai upaya memberdayakan gereja-gereja agar peduli pada lingkungan hidup masing-masing. Juga melakukan kerja sama dan membentuk jaringan baik dengan pemerintah maupun dengan LSM dalam berbagai kegiatan kepedulian lingkungan hidup. Dengan demikian, tiga langkah utama telah ditempuh sebagai usaha mengimplementasikan kepedulian kepada lingkungan yang sedang rusak berat yaitu melalui pendidikan dan pelatihan, gerakan/aksi/advokasi dan membangun jaringan. 
Dalam rangka melaksanakan tugas jangka panjang, gereja-gereja di Indonesia sejak tahun 1989 telah menggariskan beberapa pedoman sebagai berikut:[10]  Melakukan upaya-upaya pemahaman yang mendalam tentang teologi lingkungan melalui ibadah -ibadah/liturgi, pemahaman Alkitab, khotbah, pendidikan di Sekolah Minggu, Katekisasi, Sekolah Umum dan Perguruan Tinggi serta berbagai bentuk pendidikan normal lainnya. Melakukan identifikasi dan inventarisasi masalahmasalah yang menyangkut kerusakan lingkungan di lingkungan masing-masing dan menentukan sikap dan mengambil langkah penanggulangan terhadap permasalahan-permasalahan tersebut. Memanfaatkan mass media untuk turut dalam promosi pencegahan dan penanggulangan kerusakan lingkungan sebagai bagian dari proses penyadaran masyarakat akan pentingnya memelihara dan melestarikan lingkungan hidup karunia Tuhan. Melakukan studi dan publikasi mengenai masalahmasalah lingkungan hidup baik secara teologis maupun sosiologis-antropologis-kultural. Studi-studi tersebut penting dilakukan dari berbagai sudut pandang karena kerusakan lingkungan bersifat multi-dimensional. Bekerja sama dengan kelompok agama-agama lain dalam pembinaan masyarakat dan dengan pemerintah, LSM dan masayarakat luas, dalam dan luar negeri untuk upaya-upaya mencegah kerusakan lingkungan maupun penanggulangan lingkungan yang terlanjur rusak, termasuk melakukan advokasi pada lingkungan dan masyarakat yang menjadi korban. Mengambil prakarsa dalam menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan asri baik di lingkungan masing-masing, maupun untuk lingkungan hidup yang lebih luas.

V.                 Kesimpulan:
 Dengan mengemukakan pemikiran-pemikiran yang sudah sangat teknis ini hendak dinyatakan bahwa secara konsepsional, sikap Kristen terhadap kerusakan lingkungan sudah sangat jelas yakni melihat kerusakan lingkungan sebagai akibat dari ulah manusia dan karena itu menyebut perbuatan merusak lingkungan sebagai dosa. Sebaliknya, usaha memelihara lingkungan hidup dipahami sebagai kebajikan dan karena itu disebut sebagai ibadah kepada Tuhan. Memelihara lingkungan adalah bagian dari misi Allah dalam mendatangkan Shalom Kerajaan Allah.
Maka orang Kristen, secara sendiri-sendiri atau sebagai institusi, wajib menjaga dan memelihara lingkungan hidup. Ditinjau dari segi doktrin atau pemahaman iman Kristen, maka kepedulian terhadap lingkungan hidup tidak lagi perlu dipertanyakan. Barangkali yang menjadi persoalan adalah praktek dalam kehidupan sehari-hari setiap orang. Menurut pendapat penulis ada berbagai faktor yang menyebabkan masih kurangnya kepedulian terhadap krisis lingkungan hidup, antara lain: Keyakinan iman belum diimplementasikan dalam keseharian hidup. Agama masih bersifat seremoni atau baru pada tahap pengakuan iman. Semua orang mengetahui dan meyakini bahwa lingkungan hidup adalah anugerah Tuhan yang harus. dipelihara, tetapi perilaku hidup sehari-hari tidak sejalan dengan pengetahuan dan keyakinan itu. Pengaruh yang sangat kuat dari semangat konsumerisme, materialisme dan hedonisme, sehingga masih lebih mengutamakan penikmatan hidup dan belum pada tahap penghargaan kehidupan secara utuh. Pengetahuan masyarakat yang masih sangat kurang mengenai permasalahan kerusakan lingkungan, baik karena faktor tingkat pendidikan maupun karena faktor kurangnya penyuluhan dan informasi. Kurangnya penggerak (pemimpin yang peduli lingkungan) di lapangan. Banyak pemimpin tidak konsisten sehingga masyarakat  tidak punya panutan, sementara para pemimpin agama memang terbatas pada kemampuan pembinaan (teori) dan kurang pada kemampuan lapangan (praktis). Kurangnya koordinasi yang baik antar lembaga agama, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah  sehingga gerak bersama belum terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kalau lima faktor ini saja sudah dapat ditanggulangi maka persoalan lingkungan hidup akan dapat diminimalkan bahkan di atasi. 
Daftar bacaan:
1.      DKG-PGI. Dokumen Keesaan Gereja.  BPK-GM Jakarta. 2007
2.      W.A. Roeroe. Waspadalah dan Kerjakan keselamatan. UKIT-press Tomohon 2003.
3.      BPH-GPM. Buku Himpunan Peraturan Gereja Protestan Maluku. Ambon 2007.





[1] PGI, Lima Dokumen Keesaan Gereja 1984, 1989,  (BPK-GM jakarta . Cet ke-2), tahun 2007, hal. 73
[2] . ibit. Hal, 74.
[3].Gereja Protestan Maluku. Buku Himpunan peraturan GPM.
[4] . W. A. Roeroe. Waspadalah dan Kerjakan Keselamatan. (UKIT-press,  2003), tahun  2003, hal. 425
[5]  PGI, Lima Dokumen Keesaan Gereja 1984, 1989,
1994 (Jakarta: BPK Gunung Mulia)  
[6] W.A. Roeroe, ibit, halam 422
[7]  Ibid, hlm. 5
[8]  Ibid, hlm. 3
[9]  Hal itu dapat dibaca dalam naskah pemahaman bersama Iman Kristen yang merupakan pokok-pokok doktrin yang disepakati gereja-gereja diIndonesia, dirumuskan pada Sidang raya IX PGItahun 1989 di  Surabaya
5. Dirangkum dari berbagai sumber antara lain dari dokumen hasil Konsultasi nasional tentang KPKC yangdiselenggarakan PGI tahun 1989 di Salatiga; Konferensi Gereja dan masyarakat di Wisma Kinasih, Caringin, Bogor tahun 1989 dan di jayapura tahun 1994, Musyawarah parpem PGI tahun 1990 di Jakarta dan 1994 di Denpasar dan Konsultasi Nasional tentang pengelolaan Sumber daya Alam dan Penanggulangan bencana yang diselenggarakan Yayasan Tanggul Bencana PGI tahun 1999 di Denpasar dan Konsultasi Nasional Pemeliharaan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan Badan Litbang PGI tahun 2000 di Sukabumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar